Senin, 02 September 2013

fragmen; menyambut takdir merah jambu (tholabul 'ilmy #2)

A: Ga ngerti soal begituan. Aku masih kelewat polos kalau bahasan dewasa begitu 
B: Kamu angkatan 200x kan? Sudah masuk usia paham soal fiqih nikah loh itu. 
A: Lagi ga terlalu memikirkan fiqih nikah dulu. 
B: Ga memikirkan bukan berarti ga mau belajar. 
A: Soalnya belum kepikiran sampai ke sana juga sekarang. Padahal sudah banyak yang nawarin proposal gitu. Cuman aku bilang, belum waktunya. 
B: Belajar fiqih nikah ga harus nunggu kalau sudah mau nikah kok. Temenku, nikah umur 23 tahun tapi belajar fiqih nikah sejak umur 18 tahun. Itu aja terhitung telat banget. Cabangnya fiqih nikah banyak, belajar ilmu parenting salah satunya, nah ilmu parenting ini yang ga gampang.  
A: Nah itu dia, nunggu dikasih hidayah Allaah deh. 
B: Semangat yak! Ya anggaplah sekarang amanah di organisasi jadi salah satu sarana untuk menguatkan karakter jadi orang tuanya.

Sepenggel obrolan saya pagi tadi dengan seorang teman sangat menarik untuk dibahas. Saya jadi ingin share soal "pendidikan pra nikah". Sensitif banget ya? Itu buat orang yang sensian saja sih sebenernya. Untuk yang sadar akan kebutuhannya, bahwa suatu hari dia akan menikah tentunya bakal masuk gigi 4 kecepatan penuh semangatnya untuk menimba ilmu; tentang bagaimana menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah penuh berkah dari Allaah.

Kenapa ilmu seputar pernikahan harus dipersiapkan jauh-jauh hari? Kita hitung saja usia manusia rata-rata mengikuti usia Rasululullaah SAW. Rasulullaah SAW menikah pada usia 25 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Itu artinya selama kurang lebih 38 tahun usianya beliau habiskan untuk membangun rumah tangga. 25 tahun beliau hidup sendiri dan 38 tahun beliau hidup dengan keluarga yang dibangunnya. Menikah bukan soal main-main, maka benar jika dikatakan menikah adalah penggenapan setengah dien. Ada banyak kekuatan do'a yang insyaaAllaah akan lebih mudah untuk terijabahi dengan sempurnanya dien kita. Salah membangun rumah tangga, maka menyesalnya tidak hanya di dunia saja tapi juga akan sampai di akhirat. Allaahu a'laam bishohwaab #kayak udah pernah nikah aja ini ngomongnya :D

Mbak Asma Nadia pernah berkata, "Jangan menikah hanya karena jatuh cinta. Karena rasa jatuh cinta akan menghilangkan semua-mua yang seharusnya dipersiapkan untuk bekalnya."

Di sebuah Kajian Majelis Jejak Nabi yang diselipin materi pra nikah, Ustadz Salim A. Fillaah berpesan, "Jatuh cinta jangan sampai menjadikan kita lupa pada 5 persiapan untuk mempertanggung jawabkan perasaan kita. 5 persiapan yang bukan hanya dipersiapkan ketika menjelang masa pernikahan tetapi juga sepanjang hidup kita."

1. RUHIYAH
Jika menikah adalah menyempurnakan setengah agama, maka mari kita lihat pada diri kita bagaimana kini kita menjalankan yang setengah sekarang ini. Apakah sudah setengah kurvanya? Jika belum bagaimana bisa siap menanggung yang setengahnya lagi. Think. Ini jangan dijadikan kekhawatiran untuk lantas takut memulai maju ke jenjang yang lebih tinggi. Jadikan ini sebagai motivasi untuk menjaga keistiqomahan mendapatkan yang terbaik di yaumil akhir nanti. Allaah pengeksekusi terbaik kapan waktu yang tepat. 

Saya jadi teringat di kelompok melingkar pekanan kami pernah membahas soal surat An Nuur ayat 24,"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)."

Atas ayat itu tidak jarang ada yang berkaca diri kemudian risau, bahkan pernah ada teman saya yang berkata seperti ini kepada saya, "Aku dikasih jodoh apapun sama Allaah terima saja, sudah syukur banget aku kalau dikasih jodoh. Aku orangnya masih sembarangan kayak gini, ibadah saja ga beres, masih sering melakukan perbuatan yang pasti tidak disenangi Allaah. Dikasih jodoh pelacur sekalipun aku ga apa-apa." 

Allaah..

Jangan berprasangka buruk dulu atas masa depan yang belum pasti. Serius, Allaah itu Maha Baik-nya luar biasa. Pahami ayat tadi dengan hati; .salahnya, kita - manusia sering kali berorientasi pada hasil, bukan pada prosesnya. Maka ketika kita mendapatkan seseorang yang agama, akhlak, kepandaian, nasab, fisiknya baik jangan lantas merasa sudah cukup dengan itu. Merasa diri wah aku laki-laki/ perempuan yang keji nih, pasti Allaah ngasih jodoh yang keji juga. Yang baik dengan baik belum tentu bisa mengakhiri pernikahan dengan khusnul khotimah, yang buruk dengan buruk bisa jadi mendapatkan khusnul khotimah di yaumil akhir. Karena menikah adalah proses belajar sepanjang hayat. 

Ibarat pesan untuk orang yang baru menikah, "Selamat mengarungi bahtera rumah tangga." Ya, perjalanannya baru akan dimulai, menikah bukan perhentian terakhir tapi justru kapalnya baru mau berangkat. Selamat atau tidak tergantung nahkoda dan navigatornya. Ganbatteeeee! Hosh! Selamat sampai tujuan ya! #dadah dadah ke yang baru nikah :D

2. TSAQOFIYAH
Belajar salah satu contohnya lewat membaca-baca buku tentang ta'aaruf, pernikahan, mendidik anak, dan sebagainya, seharusnya bukan sesuatu hal yang tabu. Meski mungkin kerap di cie-cie, di ehm-ehm, digoda; just stay cool Mas, Mbak. Secara, ketika sudah menjalananinya nanti kita belum tentu akan ada waktu untuk belajar lagi. Bahkan kalau pesan Ustadz Salim, harusnya membaca buku seputar pendidikan pra nikah itu sejak kelas 1 SMP, wew! 

Ayah saya bahkan sejak saya masuk kuliah sudah membekali saya dengan buku pendidikan pra nikah. Kata beliau, "Sudah waktunya kamu untuk belajar soal nikah, ayah ga ridho, ga mau punya anak yang menjalin hubungan pacaran apalah namanya". Waktu itu sambil cengengesan saya godain beliau, "Cieeeee ayah sudah pingin punya menantu sama cucu ya!" #anakusil :D

3. JASADIYAH
Siapa yang pingin punya banyak anak? Saya pernah diceritain tentang seorang nenek berusia 62 tahun yang pada tahun 2005 beliau pensiun setelah 40 tahun mengajar. Beliau memiliki 19 anak; 16 anak kandung dan 3 anak angkat (anak yatim). 15 anak pertama lahir 15 tahun berturut-turut, anak ke 16 lahir 5 tahun sesudah anak ke 15. Tidak ada anak yang kelaparan. Beliau mulai belajar mengajar sejak usia 12 atau 14 tahun. Menikah pada usia 18 tahun. Dan ketika ada program KB beliau tidak mau ikut #well okay #elus-elus perut.

Salah satu persiapan penting untuk menikah adalah persiapan jasadiyah. Kalau mau punya banyak anak seperti ibu di atas, maka bersiap-siaplah wahai para calon ibu (Ini hanya dalam kasus anak ya, belum bicara tentang tugas-tugas rumah tangga sehari-hari. Biasa nyuci baju laundry? Makannya beli terus? Kosan dibersihkan sama tukang bersih-bersih? Kalau lagi mudik ke rumah, coba magang jadi IRT deh, take over seluruh pekerjaan ibu di rumah. Uwow banget pokoknya! Jempols!)

Para calon ayah juga nih, siap-siap bekerja dengan ikhlas, keras, dan cerdas untuk menafkahi istri dan putra putrinya kelak. Semoga senantiasa dimudahkan rezekinya dengan cara yang halal, semenjak dini dimudahkan untuk menjauhkan rezekinya dari segala hal berbau riba, agar menjadi berkah untuk generasinya. Aamiin wal iyyaa dzubillaah :)

4. MA'ALIYAH
Buat para ikhwan, bagaimana pun persiapan ma'aliyah itu penting. Ketenangan finansial kata lainnya. Bagaimana kalau nanti calon istrinya minta mahar mobil Alphard gress? Ahahay, ga sebegitunya juga sih ya :D

Pembahasan untuk poin ini sebenarnya sangat banyak. Tapi intinya, masalah finansial juga merupakan salah satu yang perlu dipersiapkan. Nah, untuk para calon ibu, mari latihan manajemen keuangan. Karena nantinya kita bakal jadi ibu-ibu DPR, Dewan Pinansial Rumah; seumur hidup mengarungi bahtera rumah tangga bukan sekedar untuk masa jabatan 5 tahunan. Kita akan sering dimintai proposal-proposal pengajuan dana dari anak-anak, bakal menyusun anggaran rumah tangga jangka panjang maupun pendek, bakal menjadi petugas brankas suami, seputar itu.

Karena kata Ustadz Salim, "Rumah tangga kadang bermasalah bukan karena tidak terampil mendapatkan uang, tapi karena tidak terampil dalam menghabiskan uang."(bold italic underline!)

5. IJTIMA'IYAH
Ini tentang bagaimana kita hidup bermasyarakat. Secara, kita tidak pernah tahu akan dijodohkan Allaah dengan orang mana. Maka, persiapan untuk terampil bergaul secara sosial menjadi sangat penting. Pun kalau kita jodohan sama tetangga sebelah rumah, pun setelah menikah tinggalnya hanya di sebelah rumah (bukan berarti di garasi/ kandang ya :D ); tetap saja ada banyak hal dalam masyarakat yang harus dipelajari, hal-hal yang menjadi berbeda antara sebelum dan setelah menikah.

Bagian yang lumayan berat; menikah adalah membuat basis bagi diri, pasangan, dan anak-anak. Agar dapat menjadi pondasi-pondasi masyarakat yang kuat. Nah, karena tak semua keluarga memiliki kesadaran untuk membangun pondasi yang kokoh, maka bagi yang sudah sadar memiliki tanggung jawab untuk menyadarkan yang belum. Saya melihat ini pada beberapa rumah tangga sukses para da'i-da'iyah di sekitar saya. Mereka yang telah "beres" dengan rumah tangganya, Allaah lanjut menguji dengan membebani mereka masalah-masalah rumah tangga orang lain yang membuat mereka ikut andil untuk menyelesaikannya, jadi tempat curhat sana sini.

Itu 5 hal yang harus disiapkan. Masih dari Ustadz Salim lagi, kriteria seseorang siap menikah bukan karena ekspektasi tapi obsesi. Ekspektasi artinya menginginkan pasangan dan kehidupan ideal pasca menikah, sebagai contoh (ambil diri sendiri saja): saya ingin sekali menikah dengan Maher Zain (soalnya beliau suaranya keren, seneng punya suami suaranya keren, ngelatih perkembangan otak anak cukup didengerin aja suara ayahnya yang lagi tilawah. Ganteng pula. Ya Allaah :') ) #bangun Dhian sudah Dhuhur, insap :D

Nah, maka dari itu jadikanlah menikah sebagai obsesi. Dimana tekad yang ada adalah menjadikan diri dan keluarga bersama-sama menjadi lebih baik, lebih bermanfaat, lebih shalih, berjaya dunia dan akhirat :')

Ada sebuah pesan keren dari Ustadz Salim, "QS. Ar Ruum ayat 21 dan An Nuur ayat 26 menyiratkan konsep kesejiwaan dalam hal jodoh. Dan kesejiwaan terjadi ketika ruh-ruh saling mengenal, dan mereka saling mengenal karena ikatan IMAN."

Dan juga pesan super dari sahabat saya, "Saat ini aku tidak terlalu mengharapkan pernikahan di dunia, yang sangat aku harapkan adalah pernikahan di syurga."

Ya, kematian sangat jauh lebih dekat dari apapun rencana kita. Selamat mempersiapkan diri menyambut segala takdir. Termasuk dia yang pasti, kematian.

020913
DHian Nurma Wijayanti
UNS-ForumIndonesiaMuda#14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semua dan Segalanya

karena sejatinya manusia hadir dunia saling berpasangan. Itulah yang Allah beritahukan kepada manusia melalui Al-Qur'an. Bahwa setiap in...