Pernahkah kita futur??pernahkah kita lalai,
kawan??
pastinya kita selaku manusia sangat sering melakukan futur atau lalai. Baik itu disengaja maupun tidak. Yup, fitrah manusia banget. Hehhehehe. . :D
pastinya kita selaku manusia sangat sering melakukan futur atau lalai. Baik itu disengaja maupun tidak. Yup, fitrah manusia banget. Hehhehehe. . :D
Ok, sekarang kita akan sedikit membahas terkait
futur. Hmmmmmm... futur apa yaakkk?? :D
Kata futur dalam konteks ini menunjukkan menunjukkan makna diam setelah bersungguh-sungguh dan lemah
atau melempem setelah keras.
Begitulah perubahan kondisi yang
terjadi pada mereka anak-anak bangsa yang membuat banyak orang berharap akan
tibanya angin segar, terutama bagi kalangan pemuda masa kini yang sedang
mendekati jurang hedonisme.
Yang dari Semangat menjadi lemah,
kencang menjadi lamban, kuat menjadi lembek, panas mejadi dingin, tajam menjadi
tumpul. Itu semua adalah kondisi-kondisi perubahan yang akan membawa mereka
kepada titik kefuturan. Akan tetapi kalau semenjak awal mula sesuatu itu sudah
lemah dan tetap “konsisten” pada sifat tersebut sampai akhir hayat
perjalanannya maka itu bukan sebuah sifat kefuturan melainkan “kaslan murakkab”
yaitu kondisi dimana sifat kemalasan senantiasa dipelihara oleh si empunya.
Kondisi futur seperti ini sebenarnya
memang sangat melekat dengan sifat kepemudaan kita. Seperti halnya sifat penuh
semangat, jiwa yang bergelora, dan amarah yang meledak-ledak demikianlah halnya
dengan sifat futur senantiasa meliuk-liuk bergelora pada jiwa kepemudaan kita.
Dalam hal ini memang banyak sekali
indikasi-indikasi yang menjadikan para pemudanya futur. Apalagi dengan para
aktifis dakwah kampus saat ini. Subhanallah,
luar biasa banget deh gerakan dakwah kampus di setiap kampus.
Tapi, kita harus sadari juga akhi bro n ukhti
sis.. manusia adalah ladangnya kefuturan. Tergantung bagaimana kita bisa
mengsikapi kefuturan tersebut. Secara fitrah manusia berhak untuk melakukan
kesalahan, namun wajib baginya untuk segera introspeksi dan melakukan hal yang
positif.
Nah, kembali pada konteks dakwah kampus sekarang. Kita
ketahui tiap kampus memiliki perwajahan dakwahnya masing-masing. Contohnya seperti
kondisi kekinian dakwah di ITB. Yang namanya liqo di perkarangan taman di mesjid Salman itu bukan lagi hal yang
tabu. Lain halnya dengan kampus lainnya yang masih kadang sembunyi-sembunyi. Yup,
kultur tiap kampuslah yang membuatnya menjadi berbeda. Kultur wilayah barat
yang lebih terbuka. Bahasanya mereka sudah masuk pada fase yastrib/Madinah. Sedangkan
kampus-kampus wilayah tengah masih pada fase Mekkah. Semoga cahaya Illahi
disetiap kampus tidak akan pernah redup walau angin kefuturan terus berhembus
nyaman pada setiap ADK.
Nah, akhi broo n ukhti sis yang dirahmati oleh
Allah SWT.
Pernah dengar kalau setiap lembaga dakwah kampus
itu memiliki sarana untuk terus melanjutkan dakwahnya. Baik dalam tataran
universitas, fakultas bahkan jurusan. Taruhlah rohis fakultasnya. Nah disinilah
terkadang ADF merasa amat lalai dengan tupoksi mereka sebagai ADF. Mengapa?padahal
sejauh ini yang namanya LDF sudah berjalan tetap pada track yang sudah
disediakan? Yup, bener banget akhi broo, ukhti Sis.. sejauh ini memang LDF
setiap univ sudah menjalankan tupoksinya sebagai lilin dakwah. Tapi, itu hanya
pada konteks progja saja. Dan realisasi dakwahnya masih amat kering. Bak oase yang kering ditengah gurun pasir.
Padahal sejatinya saudara-saudara kita sampai mati-matian untuk membawa obor
dakwah pada setiap fakultas untuk menyinari setiap celah lini. Tapi, karena
belaian birokrasi, tarik ulur pemegang kekuasaan, terlena dengan keindahan
dunia luar dan sebagainya membuat setiap ADF menjadi futur.
Ada sebuah cerita seorang diving atau penyelam. Seorang penyelam
dimandat oleh pemimpinnya untuk menyelam kedasar laut untuk mengambil
mutiara-mutiara. Tanpa, pikir panjang sang penyelam mempersiapkan peralatan
untuk menyelam dan peralatan untuk mengambil mutiara-mutiara didasar laut sana.
Hari yang ditentukan sudah tiba. Sang penyelam
menaiki perahu yang membawanya ketempat yang sudah diberikan oleh pemimpinnya. Setelah
sampai, menyelamlah sang penyelam itu. Saat menyelam sang penyelam takjub luar
biasa melihat keindahan alam laut yang amat megah nan damai. Bener-bener indah deh pokoknya. Sang penyelam
melihat berbagai bentuk karang yang indah, ikan-ikan yang berenang dengan
eloknya. Pokoknya sang penyelam menikmati keindahan Sang Kholiq. Setelah lama
menikmati keindahannya. Sang Penyelam teringat akan tugasnya untuk mengambil
mutiara-mutiara didasar laut sana. Padahal hanya diberikan alokasi 4 jam untuk
mencari mutiara-mutiara tersebut. Dan sang penyelam itu hanya memiliki sisa
waktu 10 menit lagi. Berenanglah sang penyelam itu kedasar laut. Dan akhirnya
sang penyelam itu mendapatkan mutiara-mutiara itu. Sang penyelam segera
berenang kembali ke permukaan, namun disayangkan mutiara-mutiara yang sudah
didapatkannya itu ternyata satu-persatu berjatuhan dan hanya satu mutiara saja
yang didapat dari hasil menyelamnya selama 4 jam. Dengan wajah lesu sang
penyelam itu kembali kepemimpinnya dan menyerahkan mutiara itu. Sang pemimpin
tersebut marah besar karena kelalaian Sang penyelam itu dan memecatnya.
Ada ibrah
yang bisa kita ambil dari cerita singkat ini. Dalam kehidupan ini kita ketahui amat sangat
indah. Bahkan ada orang yang bilang syurga dunia. Padahal sejatinya itu semua
hanya menjadikan kita menjadi terlena akan tugas kita sebagai individu
pendakwah. Begitu juga halnya para ADF. Karena terlalu banyak melakukan aktifitas-aktifitas
formalitas progja saja. Lupa akan tugasnya sebagai syiar islam di fakultasnya. Dianaloginya pada cerita diatas Sang
pemimpin itu adalah Allah SWT, Sang penyelam itu individu tiap ADF, mutiara itu
adalah individu yang akan didakwahi dan waktu itu adalah masa kita kuliah di
kampus kita. Kita masuk dalam LDF itu sangat tulus sekali tugasnya. Namun, kita
malah lalai dengan serangkaian kegiatan kampus, melihat dunia luar, sibuk
dengan urusan pribadinya dan lain-lain. Padahal Allah telah mengutus kita pada
setiap insan untuk selalu menyerukan agama Allah deiberbagai macam tempat. Namun,
kita malah lalai dengan dunia yang fana’ ini. Dan akhirnya kita teringat
saat-saat akhir kuliah kita. Taruhlah semester 7 atau 8. dan posisinya kita
belum bisa memberikan kontribusi banyak untuk dakwah di fakultas kita.
Nah, Akhi broo, Ukhti siss..
Saya kira semua tidak inginkan menjadi seonggok
daging yang tidak bermanfaat. Padahal Allah berfirman dalam Al-quran ”sebaik-baiknya seseorang yaitu orang yang
bermanfaat bagi orang lain” . Nah, lakukan lah apa yang kalian ingin
lakukan jika itu positif. tapi jangan lupa juga amanah kita sebagai insan mulia
yang diberikan amanah langsung, mandat langsung dari Allah SWT. Jangan futur
atau lalai lagi yak Akhi broo, Ukhti Siss Okok .. :D
Assalammualaykum Wr Wb
-Matahari Utara-