Sekolah
Tempat membosankan yang
menuntut anak untuk sesuai dengan apa
yang dipikirkan oleh guru. Membatasi prestasi siswa, mengkedepankan satu bidang
dan melupakan bidang lain. Atau bahkan tidak menganggap bidang tersebut ada.
Guru tidak layaknya seperti pemimpin dzalim dan dictator kelas. Menuntut anak
ini itu dan lainnya. Mewajibkan murid untuk bisa pada bidang yang guru berikan.
Jikalau menolak label bodoh akan tersemat dalam diri murid. Tangannya digunakan
bukan untuk menulis sebuah rangkaian pembelajaran, malah digunakan untuk
sekedar “membelai” lembut murid hingga belaiannya menorehkan bekas merah
diwajahnya. Gaya bicara diktatornya hanya membuat telinga terseumbat sementara
dan hati membara ingin segera mengakhiri waktu jam pelajaran guru tersebut. Bukan
kata motivasi, melainkan ungkapan kekesalan yang berujung pada label semata.
Menuntut macam-macam terhadap murid dengan ambel-ambel 1 kebaikan. Padahal
jikalau dijabarkan hanya keuntungan instasi samata. Murid dijadikan sapi perah
lumbung dana hanya sekedar mengnyangkan perut atasan tanpa melihat potensi
kebermilikan murid. Oh maaf mungkin terlalu utopis mungkin. Hanya saja hal ini
sangat konyol ketika melihat realita yang terjadi dalam lingkungan sekolah.
Komersil sekolah, saling berkompetisi dan mengunggulkan sekolah dengan
mengorbankan murid.
Tulisan ini tidak semata tertulis
menurut pribadi. Hanya gambaran terjadi dikalangan para guru. Mungkin hanya
sebagian guru saja dan itu mungkin dapat terhitung oleh jari. Namun, apakah
adil? Membatas potensi anak? Tidak semua anak mampu dibidang akademik atau non
akademik bukan? Namun, mengapa sekolah atau individu didalamnya melarangnya
hanya karena embel-embel kuno tentang sebuah prestasi terbaik hanyalah akademik
semata.
Kupikir setiap manusia yang
terlahir didunia ini memiliki 1000 macam keunikan yang luarbiasa kelak
diejawantahkan sebagai sebuah potensi. Namun, apadaya jikalau sebuah wadah
retak tak mampu untuk bisa menampung air yang melimpah. Pastinya ada saja air
yang bocor sedikit demi sedikit dan akhirnya habis dengan sendirinya. Potensi akan
senantiasa terasah dalam waktu tidak lama. Jikalau 1 orang mengasah segala
kemampuan yang dimiliki dan mengembangkan semuanya. Sungguh Maha Besar Allah
yang menciptakan seorang manusia dengan segala potensi didalamnya. Yah, Allah
yang memberikannya, namun manusialah yang menutupnya. Aku hanya ingin bilang
tidak semua manusia mampu melakukan apa yang dilakukan dengan orang lain. Mungkin
bisa, hanya saja ketidak maksimalan dalam melakukan hal tersebut akan
dipertanyakan kembali.
Sekarang ini sudah banyak sekolah
yang memulai sebuah terobosan baru. Tidak sedikit sekarang sekolah yang menutup
dirinya dari dunia luar. Daniel Bell pernah berkata dalam bukunya the coming of post-industrial society “jika
modal dan tenaga kerja adalah ciri utama masyarakat industry, maka ciri masyarakat
pascaindustri adalah informasi dan pengetahuan”. Tidak dipungkiri hari ini kita
sudah memasuki dunia yang penuh dengan berbagai macam informasi yang luarbiasa.
Metode pengajaran yang lebih inovatif menjadi solusi pembelajaran bagi guru
dengan lulusan freshgraduate. Namun,
sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan konsep sekolah itu sendiri. Sadar
apa tidak aka nada masa dimana manusia lebih memilih untuk menggali potensinya
ketimbang mengejar pendidikannya. Walaupun sejatinya dengan melalui pendidikan
kita mampu membuka seribu pintu potensi dalam diri.
The big question is..
Can we?