Rabu, 10 Mei 2017

ini kisahku: sekolah

Sekolah

Tempat membosankan yang menuntut  anak untuk sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh guru. Membatasi prestasi siswa, mengkedepankan satu bidang dan melupakan bidang lain. Atau bahkan tidak menganggap bidang tersebut ada. Guru tidak layaknya seperti pemimpin dzalim dan dictator kelas. Menuntut anak ini itu dan lainnya. Mewajibkan murid untuk bisa pada bidang yang guru berikan. Jikalau menolak label bodoh akan tersemat dalam diri murid. Tangannya digunakan bukan untuk menulis sebuah rangkaian pembelajaran, malah digunakan untuk sekedar “membelai” lembut murid hingga belaiannya menorehkan bekas merah diwajahnya. Gaya bicara diktatornya hanya membuat telinga terseumbat sementara dan hati membara ingin segera mengakhiri waktu jam pelajaran guru tersebut. Bukan kata motivasi, melainkan ungkapan kekesalan yang berujung pada label semata. Menuntut macam-macam terhadap murid dengan ambel-ambel 1 kebaikan. Padahal jikalau dijabarkan hanya keuntungan instasi samata. Murid dijadikan sapi perah lumbung dana hanya sekedar mengnyangkan perut atasan tanpa melihat potensi kebermilikan murid. Oh maaf mungkin terlalu utopis mungkin. Hanya saja hal ini sangat konyol ketika melihat realita yang terjadi dalam lingkungan sekolah. Komersil sekolah, saling berkompetisi dan mengunggulkan sekolah dengan mengorbankan murid.

Tulisan ini tidak semata tertulis menurut pribadi. Hanya gambaran terjadi dikalangan para guru. Mungkin hanya sebagian guru saja dan itu mungkin dapat terhitung oleh jari. Namun, apakah adil? Membatas potensi anak? Tidak semua anak mampu dibidang akademik atau non akademik bukan? Namun, mengapa sekolah atau individu didalamnya melarangnya hanya karena embel-embel kuno tentang sebuah prestasi terbaik hanyalah akademik semata.

Kupikir setiap manusia yang terlahir didunia ini memiliki 1000 macam keunikan yang luarbiasa kelak diejawantahkan sebagai sebuah potensi. Namun, apadaya jikalau sebuah wadah retak tak mampu untuk bisa menampung air yang melimpah. Pastinya ada saja air yang bocor sedikit demi sedikit dan akhirnya habis dengan sendirinya. Potensi akan senantiasa terasah dalam waktu tidak lama. Jikalau 1 orang mengasah segala kemampuan yang dimiliki dan mengembangkan semuanya. Sungguh Maha Besar Allah yang menciptakan seorang manusia dengan segala potensi didalamnya. Yah, Allah yang memberikannya, namun manusialah yang menutupnya. Aku hanya ingin bilang tidak semua manusia mampu melakukan apa yang dilakukan dengan orang lain. Mungkin bisa, hanya saja ketidak maksimalan dalam melakukan hal tersebut akan dipertanyakan kembali.

Sekarang ini sudah banyak sekolah yang memulai sebuah terobosan baru. Tidak sedikit sekarang sekolah yang menutup dirinya dari dunia luar. Daniel Bell pernah berkata dalam bukunya the coming of post-industrial society “jika modal dan tenaga kerja adalah ciri utama masyarakat industry, maka ciri masyarakat pascaindustri adalah informasi dan pengetahuan”. Tidak dipungkiri hari ini kita sudah memasuki dunia yang penuh dengan berbagai macam informasi yang luarbiasa. Metode pengajaran yang lebih inovatif menjadi solusi pembelajaran bagi guru dengan lulusan freshgraduate. Namun, sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan konsep sekolah itu sendiri. Sadar apa tidak aka nada masa dimana manusia lebih memilih untuk menggali potensinya ketimbang mengejar pendidikannya. Walaupun sejatinya dengan melalui pendidikan kita mampu membuka seribu pintu potensi dalam diri.

The big question is..

Can we?

Semua dan Segalanya

karena sejatinya manusia hadir dunia saling berpasangan. Itulah yang Allah beritahukan kepada manusia melalui Al-Qur'an. Bahwa setiap in...