Dunia saat ini sedang berada
dalam kondisi yang amat sangat memprihatinkan. Adanya epidemi yang luarbiasa
yang mampu menyihir masyarakat berfokus pada titik tersebut. Hingga dia lupa
kalau pemilik epidemi tersebut sedang mencoba melihat berapa banyak masyarakat
yang sadar akan itu semua. Sebelum kita jauh melangkah mari kita kenali dulu endemic,
epidemi dan pandemi.
Epidemi adalah penyakit yang
menyerang banyak orang pada suatu waktu tertentu dan tersebar di satu atau
beberapa komunitas atau wilayah. Endemi adalah penyakit yang keberadaannya
permanen disebuah wilayah atau populasi. Sedangkan pandemiwabah yang berjangkit
serempak secara cepat dan signifikan dalam skala global.
Kita akan memahami sejenak apa
yang terjadi jikalau kita mencoba acuh terhadap isu yang beredar saat ini. Oh
iya, sebelumnya mari kita apresiasi dulu peran media untuk tidak berhentinya
mencoba menginformasikan segalanya tentang epidemi yang sudah bertransformasi
menjadi Pandemi ini. Ada dua hal yang ingin kukatakan. Pertama Media berusaha
transparasi setiap informasi sehingga masyarakat sadar akan sebuah informasi
yang diinfokan oleh media. Yang harapannya masyarakat tanggap dan sigap dalam
setiap tempat dan kondisi. Yah, setidaknya waspada itu baik timbang harus
terjangkit pandemi tersebut. Kedua, hal ini malah kadang menjadi hal menakutkan
bagi mereka yang mungkin minim informasi. Berkeliaran diluar dan tidak memahami
bagaimana bentuk penyebaran pandemi ini. Atau mungkin yang kedua ini kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap problem yang terjadi saat ini. Ini mengerikan sih
jika demikian.
Ada hal yang menjadi concern
saya. Jika rekan-rekan pernah menonton World
War Z disana menjelaskan bagaimana sebuah pandemi mulai menyerang hampir
seluruh dunia. Dan bagaimana tokoh utama tersebut diminta WHO untuk ikut serta
dalam bagaimana menekan angka penyebaran pandemi ini. Dan akhirnya tokoh utama
tersebut berada disebuah tempat dimana disitu tersimpan banyak bentuk virus
yang sekiranya jika itu terlepas mungkin bumi menjadi dunia gelap, bercahaya.
Aneh bukan? Iya itu saya yang buat istilah itu. Bagaimana tidak jikalau sebuah
laboratorium tersebut menyimpan berbagai macam penyakit dari dosis terendah
sampai pada dosis tertinggi yang (katanya) sampai sekarang belum ada solusi
penyembuhannya. Singkat cerita untuk bagaimana menyelesaikan pandemi tersebut
tokoh utama tersebut harus disuntikkan salah satu virus agar membentuk daya
imun baru sehingga pandemi tersebut tidak menjangkit ditubuh tokoh utama
tersebut. Dan dari situ muncullah solusi alternative penekanan angka pandemi
didunia tersebut.
Apa yang bisa kita lihat
bagaimana saat ini mecoba untuk menekan angka pertumbuhan pandemi yang katanya
keberadaannya menjadi ancaman bagi salah satu Negara dengan populasi angka terbesar. Himbauan demi
himbauan diutarakan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota bahkan
sampai pada tataran RT. Yang isi dari himbauan tersebut kurang lebih intinya
adalah #dirumahsaja. Sebuah kata yang memiliki makna, jika kita mencoba
mengambil hikmah dari kejadian ini kita sadar bahwa waktu kebersamaan itu
sangatlah sukar. Kita tentu sukar untuk menentukan waktu bersama, namun
setidaknya kita bisa untuk membuat waktu bersama. Tergantung sikon pastinya.
Dan kondisi inilah yang sebenarnya bisa dijadikan ajang untuk membangun bounding satu sama laintertama keluarga
karena padatnya waktu kegiatan kerja diluar yang mungkin menyita waktu saat jam
kerja. Himbauan demi himbauan diberitahukan oleh Pemerintah perihal pencegahan
alternative dari penggunaan masker bagi yang sakit, sampai bagaimana cara
membilas tangan melalui aplikasi Tik-Tok.
Sehingga masyarakat milenial sadar dan paham harus bagaimana mengsikapi pandemi
ini. Sayangnya, korban dari pandemi ini mengapa kebanyakan mereka yang mungkin
memilih berada dirumah timbang diluar. who
knows. Kita tidak akan pernah tahu sampai menemukan titi cerah dari
kajadian ini. Taruhlah mengapa pemerintah memeriksa mereka yang sudah
terjangkit dll. Sudahkah pemerintah mencoba memerika mereka yang berada
ditepat-tempat yang kumuh. Dari orang dewasa hingga anak-anak. Karena kita
tidak akan pernah tahu dari mana pandemi itu berasal. Seyogyanya pemerintah
juga membentuk tim pansus penanganan pandemi ini hingga ke akar rumput sehingga
masyarakat memahami bentuk dan penanganan awal bagi penderita tersebut. Karena
bagiku kesehatan itu hak untuk warga seuatu Negara, dan Negara menjamin hal
tersbut. Jadi wajar jikalau rumah sakit lebih mewah dan besar timbang
penginapan atau hotel lainnya.
Mari kita mencoba menelaah
kembali jikalau memang kebijakan pemerintah adalah yang tepat dengan cara
meliburkan segala aktifitas. Mungkin itu adalah solusi alternative sebagai
respon positif terhadap pandemi ini. Hanya saja bagaimana peranan pemerintah
saat ini untuk mencoba menjaga dan memberikan ketenangan pada semua masyarakat
khususnya warga Indonesia. Jika ada
orang yang berkata ini adalah konspirasi terbesar untuk menutupi kejadian-kejadian
diluar sana. Sungguh bukannya saya juga menutup mata jika hal itu terjadi apa
adanya. Hanya saja, terlalu naïf jika saat ini kita masih terlalu ego untuk
membiarkan korban berjatuhan sedangkan kita masih merasa hal ini bukanlah
sebuah musibah internasional. Walaupun kita pun berusaha untun aware terhadap sesuatu dikeliling kita. Namun,
saat ini berusahalah untuk tidak berkata apapun selain memberikan semangat dan
bantuan bagi korban dan masyarakat agar tetap waspada.
Alternative saat ini adalah
mencoba untuk aware setiap arahan
dari pemerintah dan pihak berwenang saat ini. Jangan terlalu ”latah” pada
setiap informasi yang beredar. Cobalah untuk diam dan mencari valid informasi
tersebut. Sehingga kita tidak menjadi makhluk Hoax. Dari sisi pemerintah berusaha untuk menekan dengan setidaknya
menerapkan lockdown untuk beberapa
waktu kedepan. Sekolah diliburkan, pekerja kantoran menjadi pekerja “rumahan”. Saya
pribadi tidak masalah kita kehilangan beberapa rupiah ketimbang kita harus
kehilangan dari seperempat atau bahkan setengah dari populasi warga Indonesia. Jika
demikian hal itu terjadi Pemerintah tidak ubahnya dengan cara yang digunakan
Thanos dalam film Avengers yang dimana Thanos menghilangkan setengah populasi
masyarakat di Bumi demi sebuah kehidupan yang baru. Jika demikian caranya
bolehkah saya bertanya kepada Pemerintah.
“..Ada Apa?”
Tidak masalah bukan memberikan “nafas”
pada bumi untuk sejenak rehat dari banyaknya aktifitas manusia terhadap bumi. Disisi
lain memberikan banyak waktu untuk membersamai keluarga sanak saudara dirumah. Melakukan
“Me Time” dan mengambil jarak sejenak
dari hiruk pikuknya keramaian dunia. Tidak jadi masalah mencoba
mengkarantinakan diri sendiri tidak jadi masalah, asalkan memang cara tersebut
dianggap sebagai solusi alternatif terbaik saat ini untuk persebaran pandemi ini.
Tidak masalah jika kita harus kehilangan milyaran atau bahkan triliyunan
timbang kita harus kehilangan sau dari keluarga kita karena pandemi ini.
“tidak masalah bukan satu nyawa
untuk seribu kehidupan?”
Sungguh naïf jika kita masih berfikir
demikian. Bagaimana kita balik keadaan tersebut kepada anda? Apa anda masih
berkata demikian? Saya rasa ku akan menarik kata. Kita harus belajar bagaimana Negara
maju untuk menyelesaikan problem ini. Tidak hanya sebatas kata yang
menenangkan, melainkan butuh tindakan. Memberikan ruang kepada pihak berwenang
untuk bekerja dan menyelesaikan pandemi ini adalah bagian cara terbaik kita
untuk menyelesaikan problem pandemi ini.
“…it’s better to light a candle than curse the darkness…”
Mari kita terus memberikan
semangat dan informasi terbaik pada saudara terdekat kita tentang pandemi ini. Mari
kita menjadi manusia yang cerdas dalam mengsikapi setiap problem disekitar
kita. Kita diberikan kesempatan untuk berhipotesa dan mencari sebuah
solusi-solusi alternative. Sehingga kita nantinya memahami arah dari alur dari
apa yang mungkin menjadi “Tanya” kita. Tidak jadi masalah jikalau kita harus
tergerus oleh banyak hal dalam setiap pencarian. Toh, kadang adalah sebuah
kepuasan tersendiri ketika kita mencari sebuah hal yang ingin sekali kita cari
jawabannya. Dan kita cukup untuk memulainya tanpa harus takut pada sebuah
kegagalan dalam pencapaiannya nanti. Mulailah dengan sesuatu hal terkecil yang
bisa kamu lakukan. Bukankah kita manusia dihidupkan dibui ini untuk menjadi
makhluk yang bermanfaat bagi makhluk bumi lainnya. Lalu kenapa kita masih
terlalu takut pada sebuah kata “mulai” ? aneh bukan? Yah itulah manusia,
diciptakan Tuhan dengan sebuah berbagai emosi yang kadang didominasi emosi negative
sehingga kata “mulai” saja tidak berani. Mulai saja dari hal kecil. Tidak mungkin
bukan? Kita ada didunia ini bermula dari kita yang sudah besar ini. Kita berawal
dari bayi. Memberanikan diri untuk berdiri, berjalan, melompat, meraih,
berbicara dan banyak hal lainnya yang tidak kita sadari itu adalah bagian dari
sebuah hal “mulai” dalam banyak hal. Dan Tuhan sudah membantumu, memperlihatkan
banyak hal kepadamu. Dari hal terbaik sampai terburuk sehingga kita mampu
mempelajari banyak hal dan merekam banyak hal. Dan jadilah sebuah paradigma
dalam pikiran dan diteruskan kedalam tubuh. Bukankah itu adalah bagian dari pandemi
alamiah dari seorang manusia bagi dirinya? Bukankah itu cara Tuhan memberikan “pandemi”
kepada makhluk Bumi, untuk belajar dan terus belajar pada setiap waktu dan
berbagai tempat.
Mari “mulai”
Lalu kamu.. kenapa masih meragu
kepadaNya?
Nb
Tulisan ini dibuat tidak ada maksud apapun untuk menyudutkan satu lain hal apalagi pihak lainnya. ini hanya ke randoman pikiran semata yang terlalu gabut mau nulis apaan ama ini tulisan. hahahahahaha.... :'D
Nb
Tulisan ini dibuat tidak ada maksud apapun untuk menyudutkan satu lain hal apalagi pihak lainnya. ini hanya ke randoman pikiran semata yang terlalu gabut mau nulis apaan ama ini tulisan. hahahahahaha.... :'D
Matahari Utara