Senin, 16 Maret 2020

Random tulisan dan semoga bermanfaat


Dunia saat ini sedang berada dalam kondisi yang amat sangat memprihatinkan. Adanya epidemi yang luarbiasa yang mampu menyihir masyarakat berfokus pada titik tersebut. Hingga dia lupa kalau pemilik epidemi tersebut sedang mencoba melihat berapa banyak masyarakat yang sadar akan itu semua. Sebelum kita jauh melangkah mari kita kenali dulu endemic, epidemi dan pandemi.
Epidemi adalah penyakit yang menyerang banyak orang pada suatu waktu tertentu dan tersebar di satu atau beberapa komunitas atau wilayah. Endemi adalah penyakit yang keberadaannya permanen disebuah wilayah atau populasi. Sedangkan pandemiwabah yang berjangkit serempak secara cepat dan signifikan dalam skala global.

Kita akan memahami sejenak apa yang terjadi jikalau kita mencoba acuh terhadap isu yang beredar saat ini. Oh iya, sebelumnya mari kita apresiasi dulu peran media untuk tidak berhentinya mencoba menginformasikan segalanya tentang epidemi yang sudah bertransformasi menjadi Pandemi ini. Ada dua hal yang ingin kukatakan. Pertama Media berusaha transparasi setiap informasi sehingga masyarakat sadar akan sebuah informasi yang diinfokan oleh media. Yang harapannya masyarakat tanggap dan sigap dalam setiap tempat dan kondisi. Yah, setidaknya waspada itu baik timbang harus terjangkit pandemi tersebut. Kedua, hal ini malah kadang menjadi hal menakutkan bagi mereka yang mungkin minim informasi. Berkeliaran diluar dan tidak memahami bagaimana bentuk penyebaran pandemi ini. Atau mungkin yang kedua ini kurangnya kesadaran masyarakat terhadap problem yang terjadi saat ini. Ini mengerikan sih jika demikian.

Ada hal yang menjadi concern saya. Jika rekan-rekan pernah menonton World War Z disana menjelaskan bagaimana sebuah pandemi mulai menyerang hampir seluruh dunia. Dan bagaimana tokoh utama tersebut diminta WHO untuk ikut serta dalam bagaimana menekan angka penyebaran pandemi ini. Dan akhirnya tokoh utama tersebut berada disebuah tempat dimana disitu tersimpan banyak bentuk virus yang sekiranya jika itu terlepas mungkin bumi menjadi dunia gelap, bercahaya. Aneh bukan? Iya itu saya yang buat istilah itu. Bagaimana tidak jikalau sebuah laboratorium tersebut menyimpan berbagai macam penyakit dari dosis terendah sampai pada dosis tertinggi yang (katanya) sampai sekarang belum ada solusi penyembuhannya. Singkat cerita untuk bagaimana menyelesaikan pandemi tersebut tokoh utama tersebut harus disuntikkan salah satu virus agar membentuk daya imun baru sehingga pandemi tersebut tidak menjangkit ditubuh tokoh utama tersebut. Dan dari situ muncullah solusi alternative penekanan angka pandemi didunia tersebut. 

Apa yang bisa kita lihat bagaimana saat ini mecoba untuk menekan angka pertumbuhan pandemi yang katanya keberadaannya menjadi ancaman bagi salah satu Negara  dengan populasi angka terbesar. Himbauan demi himbauan diutarakan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota bahkan sampai pada tataran RT. Yang isi dari himbauan tersebut kurang lebih intinya adalah #dirumahsaja. Sebuah kata yang memiliki makna, jika kita mencoba mengambil hikmah dari kejadian ini kita sadar bahwa waktu kebersamaan itu sangatlah sukar. Kita tentu sukar untuk menentukan waktu bersama, namun setidaknya kita bisa untuk membuat waktu bersama. Tergantung sikon pastinya. Dan kondisi inilah yang sebenarnya bisa dijadikan ajang untuk membangun bounding satu sama laintertama keluarga karena padatnya waktu kegiatan kerja diluar yang mungkin menyita waktu saat jam kerja. Himbauan demi himbauan diberitahukan oleh Pemerintah perihal pencegahan alternative dari penggunaan masker bagi yang sakit, sampai bagaimana cara membilas tangan melalui aplikasi Tik-Tok. Sehingga masyarakat milenial sadar dan paham harus bagaimana mengsikapi pandemi ini. Sayangnya, korban dari pandemi ini mengapa kebanyakan mereka yang mungkin memilih berada dirumah timbang diluar. who knows. Kita tidak akan pernah tahu sampai menemukan titi cerah dari kajadian ini. Taruhlah mengapa pemerintah memeriksa mereka yang sudah terjangkit dll. Sudahkah pemerintah mencoba memerika mereka yang berada ditepat-tempat yang kumuh. Dari orang dewasa hingga anak-anak. Karena kita tidak akan pernah tahu dari mana pandemi itu berasal. Seyogyanya pemerintah juga membentuk tim pansus penanganan pandemi ini hingga ke akar rumput sehingga masyarakat memahami bentuk dan penanganan awal bagi penderita tersebut. Karena bagiku kesehatan itu hak untuk warga seuatu Negara, dan Negara menjamin hal tersbut. Jadi wajar jikalau rumah sakit lebih mewah dan besar timbang penginapan atau hotel lainnya.

Mari kita mencoba menelaah kembali jikalau memang kebijakan pemerintah adalah yang tepat dengan cara meliburkan segala aktifitas. Mungkin itu adalah solusi alternative sebagai respon positif terhadap pandemi ini. Hanya saja bagaimana peranan pemerintah saat ini untuk mencoba menjaga dan memberikan ketenangan pada semua masyarakat khususnya warga Indonesia.  Jika ada orang yang berkata ini adalah konspirasi terbesar untuk menutupi kejadian-kejadian diluar sana. Sungguh bukannya saya juga menutup mata jika hal itu terjadi apa adanya. Hanya saja, terlalu naïf jika saat ini kita masih terlalu ego untuk membiarkan korban berjatuhan sedangkan kita masih merasa hal ini bukanlah sebuah musibah internasional. Walaupun kita pun berusaha untun aware terhadap sesuatu dikeliling kita. Namun, saat ini berusahalah untuk tidak berkata apapun selain memberikan semangat dan bantuan bagi korban dan masyarakat agar tetap waspada.

Alternative saat ini adalah mencoba untuk aware setiap arahan dari pemerintah dan pihak berwenang saat ini. Jangan terlalu ”latah” pada setiap informasi yang beredar. Cobalah untuk diam dan mencari valid informasi tersebut. Sehingga kita tidak menjadi makhluk Hoax. Dari sisi pemerintah berusaha untuk menekan dengan setidaknya menerapkan lockdown untuk beberapa waktu kedepan. Sekolah diliburkan, pekerja kantoran menjadi pekerja “rumahan”. Saya pribadi tidak masalah kita kehilangan beberapa rupiah ketimbang kita harus kehilangan dari seperempat atau bahkan setengah dari populasi warga Indonesia. Jika demikian hal itu terjadi Pemerintah tidak ubahnya dengan cara yang digunakan Thanos dalam film Avengers yang dimana Thanos menghilangkan setengah populasi masyarakat di Bumi demi sebuah kehidupan yang baru. Jika demikian caranya bolehkah saya bertanya kepada Pemerintah. 

“..Ada Apa?” 

Tidak masalah bukan memberikan “nafas” pada bumi untuk sejenak rehat dari banyaknya aktifitas manusia terhadap bumi. Disisi lain memberikan banyak waktu untuk membersamai keluarga sanak saudara dirumah. Melakukan “Me Time” dan mengambil jarak sejenak dari hiruk pikuknya keramaian dunia. Tidak jadi masalah mencoba mengkarantinakan diri sendiri tidak jadi masalah, asalkan memang cara tersebut dianggap sebagai solusi alternatif terbaik saat ini untuk persebaran pandemi ini. Tidak masalah jika kita harus kehilangan milyaran atau bahkan triliyunan timbang kita harus kehilangan sau dari keluarga kita karena pandemi ini.

“tidak masalah bukan satu nyawa untuk seribu kehidupan?”

Sungguh naïf jika kita masih berfikir demikian. Bagaimana kita balik keadaan tersebut kepada anda? Apa anda masih berkata demikian? Saya rasa ku akan menarik kata. Kita harus belajar bagaimana Negara maju untuk menyelesaikan problem ini. Tidak hanya sebatas kata yang menenangkan, melainkan butuh tindakan. Memberikan ruang kepada pihak berwenang untuk bekerja dan menyelesaikan pandemi ini adalah bagian cara terbaik kita untuk menyelesaikan problem pandemi ini. 

“…it’s better to light a candle than curse the darkness…”

Mari kita terus memberikan semangat dan informasi terbaik pada saudara terdekat kita tentang pandemi ini. Mari kita menjadi manusia yang cerdas dalam mengsikapi setiap problem disekitar kita. Kita diberikan kesempatan untuk berhipotesa dan mencari sebuah solusi-solusi alternative. Sehingga kita nantinya memahami arah dari alur dari apa yang mungkin menjadi “Tanya” kita. Tidak jadi masalah jikalau kita harus tergerus oleh banyak hal dalam setiap pencarian. Toh, kadang adalah sebuah kepuasan tersendiri ketika kita mencari sebuah hal yang ingin sekali kita cari jawabannya. Dan kita cukup untuk memulainya tanpa harus takut pada sebuah kegagalan dalam pencapaiannya nanti. Mulailah dengan sesuatu hal terkecil yang bisa kamu lakukan. Bukankah kita manusia dihidupkan dibui ini untuk menjadi makhluk yang bermanfaat bagi makhluk bumi lainnya. Lalu kenapa kita masih terlalu takut pada sebuah kata “mulai” ? aneh bukan? Yah itulah manusia, diciptakan Tuhan dengan sebuah berbagai emosi yang kadang didominasi emosi negative sehingga kata “mulai” saja tidak berani. Mulai saja dari hal kecil. Tidak mungkin bukan? Kita ada didunia ini bermula dari kita yang sudah besar ini. Kita berawal dari bayi. Memberanikan diri untuk berdiri, berjalan, melompat, meraih, berbicara dan banyak hal lainnya yang tidak kita sadari itu adalah bagian dari sebuah hal “mulai” dalam banyak hal. Dan Tuhan sudah membantumu, memperlihatkan banyak hal kepadamu. Dari hal terbaik sampai terburuk sehingga kita mampu mempelajari banyak hal dan merekam banyak hal. Dan jadilah sebuah paradigma dalam pikiran dan diteruskan kedalam tubuh. Bukankah itu adalah bagian dari pandemi alamiah dari seorang manusia bagi dirinya? Bukankah itu cara Tuhan memberikan “pandemi” kepada makhluk Bumi, untuk belajar dan terus belajar pada setiap waktu dan berbagai tempat.

Mari “mulai”

Lalu kamu.. kenapa masih meragu kepadaNya?

Nb
Tulisan ini dibuat tidak ada maksud apapun untuk menyudutkan satu lain hal apalagi pihak lainnya. ini hanya ke randoman pikiran semata yang terlalu gabut mau nulis apaan ama ini tulisan. hahahahahaha.... :'D

Matahari Utara

Semua dan Segalanya

karena sejatinya manusia hadir dunia saling berpasangan. Itulah yang Allah beritahukan kepada manusia melalui Al-Qur'an. Bahwa setiap in...